Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengumumkan rencananya mencabut aturan hukum warisan kolonial Inggris soal penghasutan dan larangan berbicara di depan umum. Janji reformasi politik itu diyakini masih terkait upayanya ”mengambil hati” para calon pemilih dalam pemilihan umum mendatang.
Pengumuman tersebut disampaikan Najib, Rabu malam, dan langsung ditanggapi pihak oposisi.
Pihak oposisi menilai janji reformasi pemerintah selama ini tak kunjung berdampak signifikan pada perbaikan upaya penegakan hak asasi manusia di negeri itu.
Dalam pernyataannya, Najib menyebut produk hukum yang akan dihapuskan itu berasal dari ”masa lalu”.
Produk hukum lawas itu akan langsung digantikan dengan produk aturan hukum baru, yang menurut Najib, akan lebih berperan mencegah praktik penghasutan terkait isu agama dan kebencian rasial.
”Produk aturan hukum masa lalu itu akan digantikan dengan Undang-Undang Harmoni Nasional, yang akan memberi kebebasan jauh lebih besar lagi kepada rakyat Malaysia,” kata Najib.
Pencabutan UU Penghasutan ini menjadi langkah terbaru Najib dalam menghapus berbagai produk aturan hukum represif warisan era kolonial. Sebelumnya, Pemerintah Malaysia telah lebih dulu mencabut UU Keamanan Dalam Negeri (ISA) yang mengizinkan penahanan seseorang tanpa melalui proses pengadilan.
Langkah itu diklaim Najib sesuai komitmen pemerintah untuk melindungi kebebasan hak- hak sipil di Malaysia.
Kepentingan politik
Akan tetapi, langkah itu ditanggapi negatif kalangan oposisi. Mereka menuduh langkah ”ambil hati” itu dilakukan Najib demi kepentingan politiknya sendiri menjelang pemilu, yang kemungkinan digelar akhir tahun ini.
Pada kesempatan terpisah, Lim Guan Eng, Menteri Besar Negara Bagian Penang yang berasal dari partai oposisi, menantang Najib untuk menarik semua tuduhan dan gugatan hukum terhadap para tokoh oposisi yang ada saat ini, terutama yang menggunakan dasar UU tersebut.
Lim sendiri pernah menjadi korban UU Penghasutan ini saat menyampaikan pembelaan hukum atas korban pemerkosaan tahun 1998. Dia dijatuhi hukuman penjara 18 bulan karena pembelaannya dinilai menghasut.
”Aturan UU tentang penghasutan itu memang sejak lama dipakai pemerintah untuk membungkam suara oposisi. Najib harus berani membatalkan semua tuntutan hukum berdasarkan aturan itu sekarang jika ingin membuktikan dia sungguh-sungguh,” kata Lim.
Koalisi politik pimpinan Najib di bawah bendera Barisan Nasional telah berkuasa di Malaysia sejak negeri itu merdeka tahun 1957.
Keberadaan mereka mendapat tantangan serius dari kelompok oposisi yang dipimpin tokoh reformis Malaysia Anwar Ibrahim, yang kerap menekan penguasa, terutama terkait isu diskriminasi dan korupsi.
Sumber berita : http://www.beritakaget.com/berita/474/malaysia-cabut-uu-penghasutan.html